“Berpikirlah Gehazi, bujang Elisa, abdi
Allah: "Sesungguhnya tuanku terlalu menyegani Naaman, orang Aram ini,
dengan tidak menerima persembahan yang dibawanya. Demi TUHAN yang hidup,
sesungguhnya aku akan berlari mengejar dia dan akan menerima sesuatu
dari padanya." (2 Raja-raja 5:20)
Ketamakan
bukanlah sesuatu yang asing bagi manusia. Suatu rasa lapar untuk
memiliki sesuatu yang lebih banyak, sekalipun harus mengorbankan
hubungan dan integritas pribadi. Dorongan yang idak pernah terpuaskan
untuk memiliki lebih banyak lagi dengan mudah bisa mengarahkan kita
kepada ketamakan. Ketamakan tidak selalu berhubungan dengan uang. Ada
empat hal yang bisa menjebak seseorang untuk menjadi tamak: uang, harta
benda, popularitas dan kenikmatan.
Dalam pelayanannya mendampingi Elisa, ada sesuatu yang membelokkan
pemikiran Gehazi. Ketika Elisa menolak pemberian Naaman, Gehazi
menganggap bahwa Elisa terlalu menunjukkan sikap segan. Padahal,
“bukankah panglima ini ingin menunjukkan rasa terima kasihnya? Bukankah
berterima kasih adalah yang yang benar untuk dilakukan? Di samping itu,
menolak pemberiannya kelihatannya tidak sopan. Bahkan panglima yang
bersyukur itu mendesak untuk menerima pemberiannya. Mengapa Elisa
menghalangi Naaman untuk melakukan apa yang benar?!”
Rasionalisasi Gehazi mengubah ketamakannya menjadi seolah-olah seperti
kehendak Tuhan dalam hidupnya. Ia baru saja mendengar Elisa berkata,
“Sesuai dengan kehendak Tuhan dan dengan kuasaNya, aku tidak akan
menerima uangmu.” Namun, begitu rombongan Naaman menghilang dari
pandangannya, pikiran Gehazi yang tamak memulai suatu proses ‘kreatif’
untuk mengubah apa yang salah menjadi benar. Ketamakan Gehazi bertumbuh
tanpa kelihatan dan tetap disembunyikan. Tetapi itu kemudian
menggerogoti kesetiaannya dan membelokkan perspektifnya.
Rupanya Gehazi pada akhirnya bertobat. Ia pun dapat meneruskan
pelayanannya sebagai bujang Elisa. Tetapi akibat dari kusta yang
dideritanya akan selalu mengingatkan dia kepada tiga hal: Naaman, yang
kepadanya ia telah kompromikan imannya; wajah Elisa yang penuh
kekecewaan karena telah dibohonginya; dan hari yang mengerikan ketika ia
menyerah kepada ketamakan.
Saudara, menyadari bahwa kita bersalah karena melakukan tindakan buruk
seperti ketamakan dan mengetahui bahwa kadang kala kita menyalutinya
dengan hal-hal rohani, membutuhkan kewaspadaan yang tinggi dan
keberanian yang besar. Tidak ada cara lain untuk membereskannya selain
mengakui dan memohon pengampunan Tuhan serta memilih jalan yang berbeda.
Doa: Tuhan Yesus, ampunilah semua ketamakanku, terutama yang terbungkus rapi terkesan rohani. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar