KASIH KARUNIA ALLAH YANG MENYELAMATKAN MANUSIA
Ayat Pokok: Titus 2:11-12
Oleh: Pdt. Yos Hartono, Yogyakarta
Kasih
karunia Allah menyelamatkan semua manusia. Itu nyata dan final!
Pertanyaannya ialah bagaimana manusia menyikapi dan merespon kasih
karunia Allah. Puji Tuhan, saudara dan saya telah mengambil langkah
yang tepat dan benar!
Kasih Karunia Allah
Kasih karunia Allah tersedia bagi setiap manusia. Namun sayang, tidak
semua mau menerima dan meresponinya dengan benar. Hanya oleh kasih
karunia Allah, saudara dan saya diselamatkan. “Sebab
karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada
orang yang memegahkan diri” – Efesus 2:8-9.
Sekali lagi, kasih karunia Allah itu nyata, pasti dan final – tak
diragukan dan tak bisa digugat! Dan salah satu muatan kasih karunia
Allah ialah Berkat! Hidup yang diberkati! Hidup yang diberkati bukan
semata-mata diartikan sebagai hidup berkelimpahan secara jasmani!
Pengkhotbah 2:4-11 memuat pengakuan seorang yang sangat berhasil secara
materi, seorang yang memiliki segala-galanya. Namun, saat ia
merenungkan kembali segala pekerjaan dan usahanya, katanya, “... lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.”
Saudara dan saya adalah orang-orang terpilih, pemilik segala berkat
rohani di dalam sorga – Efesus 1:3. Haleluya! Berkat terbesar ialah
beroleh pengampunan atas segala dosa kita.
Sepasti kasih karunia Allah yang menyelamatkan manusia, sepasti itulah
berkat Tuhan bagi setiap orang percaya! Jadi, jangan habiskan
waktu/doa/perjalanan imanmu hanya untuk memohon dan mencari berkat!
Lebih baik fokuskan hidup pada pertumbuhan iman dan kehidupan yang
semakin kudus dan berkenan kepadaNya. Amin.
IA Mendidik
Allah menyelamatkan. Dia juga memberkati. Itu pasti. Tapi Ia juga mendidik! Dalam bahasa aslinya, kata ‘mendidik’ = ‘paideo’
berarti cemeti/cambuk! Hidup keKristenan bukan semata-mata untuk
menikmati segala berkat Tuhan, tetapi juga harus siap untuk
dididik/digembleng agar lulus: bertemu dan tinggal bersama Dia selamanya
di dalam surga. Haleluya!
Sebagaimana orangtua mengirim anak-anaknya ke sekolah untuk dididik,
demikianlah Allah hendak mendidik saudara dan saya. Seorang anak harus
dididik, bahkan dihajar oleh ayahnya. Jika tidak, ia bukan anaknya –
Ibrani 12:6-8.
Tujuan pendidikan dari Allah ialah supaya saudara dan saya:
1. Meninggalkan kefasikan. Kefasikan = anomali = tidak menaati aturan.
Kata ‘meninggalkan’ = ‘menolak’ – sama seperti Musa setelah dewasa
menolak disebut anak puteri Firaun. Dan ia tak ragu meninggalkan
segala kemewahan dan kelimpahan Mesir untuk bergabung dengan bangsanya!
2. Meninggalkan keinginan-keinginan duniawi. Sebab keinginan duniawi/
daging bertentangan dengan keinginan Roh – Galatia 5:16.
3. Hidup bijaksana, adil, dan beribadah di dalam dunia ini.
Bijaksana -> berkaitan dengan menata diri sendiri;
Adil -> berhubungan dengan orang lain;
Beribadah -> berkaitan dengan Allah
Untuk menjadi pandai, seorang harus menjalani pendidikan di sekolah:
sebuah proses panjang, berat, dan melelahkan. Sama seperti tanah liat
harus menyerahkan diri ke dalam tangan penjunan; merelakan diri melalui
proses yang menyakitkan, untuk menjadi bejana yang indah dan berharga.
Demikian pula dengan pengalaman Ayub.
Sekarang, relakah, maukah saudara menyerahkan diri untuk dididik dan
ditempa oleh Allah, agar menjadi mempelai Kristus yang sempurna? Tuhan
Yesus memberkati saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar