Di
sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki-laki berusia tujuh
tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada
sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah
seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak
menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya
selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan
semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.
Kehidupan
Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih
hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan
berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya
berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun. Pada
musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena
mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah
berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh
waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.
"Aku
tidak akan menikah lagi," kata Sherri kepada ibunya. "Tidak ada yang
dapat mencintaiku seperti dia". "Kau tidak perlu meyakinkanku," sahut
ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan
nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. "Dalam hidup ini, ada
seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi
dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika
salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan
untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya."
Sherri
sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal
bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah
yang dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke
akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah,
ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.
Pertandingan
demi pertandingan, minggu demi minggu, Sherri selalu datang dan
bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya
bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan
seorang diri. "Pelatih", panggilnya. "Bisakah aku bermain dalam
pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon?"
Pelatih
mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama
antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul
bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola.
Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak
berlatih ekstra keras dalam beberapa hari ini.
"Tentu,"
jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke.
"Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu." Hati
Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain
dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua
single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga
membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan.
Tentu
saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke
bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke
pinggir lapangan. "Pertandingan yang sangat mengagumkan," katanya kepada
Luke. "Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini
sebelumnya. Apa yang membuatmu jadi begini?"
Luke
tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air
mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesenggukan ia
berkata, "Pelatih, ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah
kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan
dengan baik akibat kecelakaan itu. Minggu lalu... Ibuku meninggal." Luke
kembali menangis.
Kemudian
Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan
terbata-bata, "Hari ini... hari ini adalah pertama kalinya kedua
orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama
melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan
mereka...". Luke kembali menangis terisak-isak.
Sang
pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat dengan
mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih
yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu
mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis.
Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan
perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai
seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak.
Sang
pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke. Ia sadar bahwa dalam hal
ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun
berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orangtuanya, walaupun
ayah dan ibunya sudah pergi selamanya. Luke baru saja kehilangan seorang
Ibu yang begitu mencintainya.
Sang
pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat
itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya,
membahagiakan mereka, membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk
mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal
seumur hidupnya.
Hikmah yang dapat kita renungkan dari kisah Luke yang HANYA berusia 7 TAHUN :
Mulai
detik ini, lakukanlah yang terbaik untuk membahagiakan ayah dan ibu
kita. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk ayah dan ibu, dengan
mengisi hari-hari mereka dengan kebahagiaan. Sisihkan lebih banyak waktu
untuk mereka. Raihlah prestasi dan hadapi tantangan seberat apapun,
melalui cara-cara yang jujur untuk membuat mereka bangga dengan kita.
Bukannya melakukan perbuatan-perbuatan tak terpuji yang membuat mereka
malu.
Kepedulian
kita pada mereka adalah salah satu kebahagiaan mereka yang terbesar.
Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik
untuk membahagiakan ayah dan ibunya. Bagaimana dengan Anda?
Sumber: Gifts From The Heart for Women - Karen Kingsbury
Gbu all...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar