Satu
kali, saat berjalan pulang dari gereja, seorang pendeta bertemu seorang
bapak yang ia tahu tadi tidak datang ke kebaktian. “Halo, Pak.Mengapa
tadi tidak datang ke kebaktian ?” Tanya pendeta itu. Bapak itu lalu
menceritakan sikap seorang majelis yang minggu lalu sungguh
menjengkelkannya. “Oh, begitu. Lalu mengapa Anda tidak pulang dan
melampiaskannya dengan memukul istri anda saja?” sahut sang pendeta.
“Lho? Pak pendeta ini bagaimana? Istri saya kan tidak salah apa-apa.”
Jawab si bapak dengan keheranan. “Nah, Tuhan pun tidak punya salah
apa-apa dengan anda bukan?”
Jangan
menendang kucing jika anda digigit anjing. Tentu saja, ilustrasi diatas
bukannya ingin mengatakan bahwa beribadah di gereja adalah hal yang
terpisah, bahwa hal itu dapat dilakukan tanpa perlu menjalin hubungan
yang baik dengan para jemaat dan para hamba Tuhan di gereja. Justru,
kita harus ingat, bahwa saat kita melakukan sesuatu kepada sesama kita
berarti kita juga melakukan sesuatu kepada Tuhan. Jika Tuhan adalah
Kepala Gereja, bagaimana mungkin kita mencintai kepala tapi membenci
tubuh-Nya? Dan jika suatu saat kita mungkin kesal dengan beberapa oknum
di gereja, apakah kekesalan itu layak untuk ditukar dengan hubungan kita
dengan Tuhan.
Mulailah
belajar melihat sesama dan persekutuan dengan saudara seiman kita dalam
kerangka ini. Mengasihi Tuhan berarti juga mengasihi sesama. Bahkan
Alkitab menyatakan, jangan kita melayani dan memberi persembahan pada
Tuhan jika hati kita masih ada permasalahan dengan orang lain. Demikian
pula sebaliknya, jangan sampai pelayanan dan persekutuan kita yang
seharusnya untuk memuliakan Tuhan, justru dilakukan hanya demi
menyenangkan manusia saja. Singkatnya, ibadah, pelayanan, dan
persekutuan kita merupakan suatu kesatuan, yang semua didasari oleh
kasih pada Tuhan dan sesama. Sudahkah kita melakukannya?
Gbu all...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar