Apa
tujuan hidup Anda? cobalah sejenak memikirkan, merenungkan, dan
menggumuli pertanyaan itu. Itu penting agar hidup kita tidak seperti
layangan putus, terombang-ambing.
Tuhan
menciptakan dan memberi kita hidup, tentunya tidak sekedar untuk mati.
Pasti ada misi bagi kita. Ada dua misi, yaitu misi individual dan misi
universal. Misi universal yang berlaku bagi semua orang percaya adalah
menjadi garam dan terang dunia.
Garam
dapat mencegah pembusukan daging dan memberi cita rasa pada makanan.
Orang romawi dulu bahkan menganggap garam sebagai benda paling bersih
dan jernih, karena berasal dari dua benda yang juga paling bersih dan
jernih, yaitu matahari dan laut. Karena itu, garam selalu dihubungkan
dengan kemurnian.
Adapun
Terang memampukan kita untuk membedakan jalan yang benar dan salah.
Terang juga dapat menjadi alat penyelamatan. Dan banyak lagi manfaat
terang. Bahkan sesungguhnya, tapa terang dunia, tidak akan pernah ada
kehidupan.
Itulah
misi kita yang sesungguhnya, menjadi garam dan terang. Apakah
orang-orang di sekitar kita betul-betul bersyukur dengan kehadiran kita?
Pertanyaan ini baik menjadi bahan intropeksi kita, untuk menilai sejauh
mana kita sudah mengemban misi kita.
Ada
seorang yang sejak muda sangat gigih untuk mengejar keberhasilan. Dan
betul, ia berhasil. Ia tidak saja menjadi orang sangat kaya, tapi juga
pandai dan punya jabatan tinggi. Semua orang terkagum-kagum dengan
kesuksesannya. Tetapi, ketika ia sudah tua dan pensiun, ia menengok
kehidupan yang sudah ia jalani, dan merasa sangat hampa. "Semua itu
seperti usaha menjaring angin," katanya mengutip kitab Pengkhotbah,
"sia-sia di atas segala kesia-siaan."
Kita
semua pada dasarnya sedang menunggu giliran untuk bertemu dengan
kematian. Hari ini si Polan, kemarin si Pulin, besok entah siapa lagi.
Suatu saat akan tiba giliran kita. Entah kapan, tetapi pasti.
Pertanyaannya, apa yang akan dikenang orang ketika kita tiada? Akankah
kita hilang dan dilupakan?
Ada
cerita tentang seorang pria yang mempunyai 4 istri. Suatu saat pria itu
sakit parah, dan sudah hampir mati. Ia ingin istrinya menemani sampai
pada kematiannya. Maka, dipanggillah istri ke empat, wanita yang cantik
jelita dan seksi. "Istriku, aku akan mati. Temani aku, sampai aku mati,"
pintanya.
"Menemanimu sampai mati? Tidak, aku tidak mau," jawab si istri sambil pergi tanpa menoleh lagi kepadanya.
Istri
ketiga dipanggil, wanita dengan berpenampilan modis dan trendi.
Permintaan yang sama dia ajukan. "Apa? Menemanimu sampai mati?"
sahutnya. "Tidak mau. Lebih baik aku menikah lagi."
Istri
kedua dipanggil, wanita berpenampilan biasa. Kepadanyalah sang suami
sering meminta pendapat tentang berbagai hal. "Istriku, tak lama lagi
aku akan mati, aku ingin sekali kamu ikut denganku," pinta si suami.
"Aku tidak bisa sekalipun aku mau," jawab si istri. "Aku hanya bisa menemanimu sampai lubang kubur."
Terakhir,
Istri pertama, wanita sederhana. Permintaan yang sama diajukan padanya,
"Suamiku," jawab sang istri. "Tidak usah khawatir. Tanpa kamu minta,
aku akan menyertaimu selamanya, bahkan sampai pada kematianmu."
Pada
dasarnya, kita memiliki empat "istri". Yang pertama, tubuh jasmani
kita. Betapa pun baiknya kita menjaga dan merawatnya, tubuh jasmani akan
meninggalkan kita, hilang tanpa bekas. Yang kedua adalah kekayaan dan
jabatan. Ketika meninggal, kita tidak akan membawanya serta, dan justru
akan beralih keorang lain. Ketiga adalah teman-teman, kerabat dekat, dan
keluarga kita; seberapa pun besarnya kasih sayang mereka kepada kita,
mereka hanya bisa mengantar kita sampai ke lubang kubur, tidak lebih.
Yang keempat adalah iman dan karya kita selama hidup didunia, yang akan
menyertai kita sampai mati.
Maka,
benarlah kata pepatah, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati
meninggalkan belang, sedang manusia mati meninggalkan karya; Karya untuk
Tuhan dan sesama. Dengan menjadi garam dan terang dunia; kita dapat
membuat dunia ini lebih baik.
GBU ALL...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar