Suatu
ketika, ada sebuah pohon yang rindang. Dibawahnya, tampak dua orang yang
sedang beristirahat. Rupanya, ada seorang pedagang bersama anaknya yang
berteduh disana. Tampaknya mereka kelelahan sehabis berdagang di kota.
Dengan menggelar sehelai tikar, duduklah mereka dibawah pohon yang besar
itu.
Angin
semilir membuat sang pedagang mengantuk. Namun, tidak demikian dengan
anaknya yang masih belia. "Ayah, aku ingin bertanya..." terdengar suara
yang mengusik ambang sadar si pedagang.
"Kapan aku besar, Ayah? Kapan aku bisa kuat seperti Ayah, dan bisa membawa dagangan kita ke kota?"
"Sepertinya",
lanjut sang bocah, "Aku tak akan bisa besar. Tubuhku ramping seperti
Ibu, berbeda dengan Ayah yang tegap dan berbadan besar. Kupikir, aku tak
akan sanggup memikul dagangan kita jika aku tetap seperti ini."
Jari tangannya tampak mengores-gores sesuatu di atas tanah.
Lalu, ia kembali melanjutkan, "Bilakah aku bisa punya tubuh besar sepertimu, Ayah?"
Sang
Ayah yang awalnya mengantuk, kini tampak siaga. Diambilnya sebuah
benih, di atas tanah yang sebelumnya di kais-kais oleh anaknya.
Diangkatnya benih itu dengan ujung jari telunjuk. Benda itu terlihat
seperti kacang yang kecil, dengan ukuran yang tak sebanding dengan
tangan pedagang yang besar-besar. Kemudian, ia pun mulai berbicara.
"Nak,
jangan pernah malu dengan tubuhmu yang kecil. Pandanglah pohon besar
tempat kita berteduh ini. Tahukah kamu, batangnya yang kokoh ini, dulu
berasal dari benih yang sekecil ini. Dahan, ranting dan daunnya, juga
berasal dari benih yang Ayah pegang ini. Akar-akarnya yang tampak
menonjol, juga dari benih ini. Dan kalau kamu menggali tanah ini,
ketahuilah, sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah, juga berasal dari
tempat yang sama."
Diperhatikannya
wajah sang anak yang tampak tertegun. "Ketahuilah Nak, benih ini
menyimpan segalanya. Benih ini menyimpan batang yang kokoh, dahan yang
rindang, daun yang lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan untuk menjadi
sebesar pohon ini, ia hanya membutuhkan angin, air, dan cahaya matahari
yang cukup. Namun jangan lupakan waktu yang membuatnya terus bertumbuh.
Pada mereka semualah benih ini berterima kasih, karena telah melatihnya
menjadi mahluk yang sabar."
"Suatu
saat nanti, kamu akan besar Nak. Jangan pernah takut untuk berharap
menjadi besar, karena bisa jadi, itu hanya butuh ketekunan dan
kesabaran."
Terlihat
senyuman di wajah mereka. Lalu keduanya merebahkan diri, meluruskan
pandangan ke langit lepas, membayangkan berjuta harapan dan impian dalam
benak. Tak lama berselang, keduanya pun terlelap dalam tidur,
melepaskan lelah mereka setelah seharian bekerja.
Jangan
pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih
dengan ketidaksempurnaan. Karena Allah, menciptakan kita penuh dengan
keistimewaan. Dan karena Allah, memang menyiapkan kita menjadi mahluk
dengan berbagai kelebihan.
Mungkin
suatu ketika, kita pernah merasa kecil, tak mampu, tak berdaya dengan
segala persoalan hidup. Kita mungkin sering bertanya-tanya, kapan kita
menjadi besar, dan mampu menggapai semua impian, harapan dan keinginan
yang ada dalam dada. Kita juga bisa jadi sering membayangkan, bilakah
saatnya berhasil?
Kapankah saat itu akan datang?
Teman,
kita adalah layaknya benih kecil itu. Benih yang menyimpan semua
kekuatan dari batang yang kokoh, dahan yang kuat, serta daun-daun yang
lebar. Dalam benih itu pula akar-akar yang keras dan menghujam itu
berasal. Namun, akankah Allah membiarkan benih itu tumbuh besar, tanpa
alpa dengan bantuan tiupan angin, derasnya air hujan, dan teriknya sinar
matahari?
Begitupun kita, akankah Allah membiarkan kita besar, berhasil, dan sukses, tanpa pernah merasakan ujian dan cobaan?
Akankah Allah lupa mengingatkan kita dengan hembusan angin "masalah", derasnya air "ujian" serta teriknya matahari "persoalan"?
Tidak
Teman. Karena Allah Maha Tahu, bahwa setiap hambaNya akan menemukan
jalan keberhasilan, maka Allah akan tak pernah lupa dengan itu semua.
Jangan pernah berkecil hati. Semua keberhasilan dan kesuksesan itu telah ada dalam dirimu.
GBU ALL...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar