Dua
bersaudara bekerja bersama-sama di ladang milik keluarga mereka. Yang
seorang telah menikah dan memiliki sebuah keluarga besar. Yang lainnya
masih lajang. Ketika hari mulai senja, kedua bersaudara itu membagi sama
rata hasil yang mereka peroleh.
Pada
suatu hari, saudara yang masih lajang itu berpikir, "Tidak adil jika
kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku masih lajang dan
kebutuhanku hanya sedikit." Karena itu, setiap malam ia mengambil
sekarung padi dari lumbung miliknya dan menaruhnya di lumbung milik
saudaranya.
Sementara
itu, saudara yang telah menikah itu berpikir dalam hatinya, "Tidak adil
jika kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku punya istri
dan anak-anak yang akan merawatku di masa tua nanti, sedangkan saudaraku
tidak memiliki siapa pun dan tidak seorang pun akan peduli padanya pada
masa tuanya." Karena itu, setiap malam ia pun mengambil sekarung padi
dari lumbung miliknya dan menaruhnya di lumbung milik saudara
satu-satunya itu.
Selama
bertahun-tahun kedua bersaudara itu menyimpan rahasia itu
masing-masing, sementara padi mereka sesungguhnya tidak pernah
berkurang, hingga suatu malam keduanya bertemu, dan barulah saat itu
mereka tahu apa yang telah terjadi. Mereka pun berpelukan.
Jangan biarkan persaudaraan rusak karena harta, justru pereratlah persaudaraan tanpa memusingkan harta.
Bagaimanakah
kita mampu membangun persaudaraan yang diwarnai kasih seperti kisah di
atas tadi? Kedua orang saudara tadi belajar memahami kebutuhan satu sama
lain. Yang masih lajang, dapat melihat tentulah lebih banyak kebutuhan
saudaranya yang sudah berkeluarga daripada kebutuhannya sendiri.
Sementara yang sudah berkeluarga mampu memahami saudaranya yang masih
lajang itu tidak memiliki siapa-siapa, dia lebih membutuhkan kekayaan
daripada dirinya. Kemampuan untuk memahami itu bisa menjadi kenyataan
dalam perbuatan kalau mereka tidak lagi menjadikan kekayaan sebagai
satu-satunya sumber kehidupan. Mereka lebih menomorsatukan bagaimana
orang lain bisa hidup layak di dunia ini, dengan konsekuensi, diri
merekapun lalu dinomorduakan. Apakah kaitannya renungan ini dengan
bacaan-bacaan yang baru saja kita dengar tadi?
Dalam
Bacaan I, Abram mempersembahkan sepersepuluh dari hasil jarahannya
(kekayaan hasil perebutan dalam perang) kepada Melkisedek sebagai Imam
Agung waktu itu. Kerelaan untuk memberikan sepersepuluh bukanlah hal
yang mudah untuk dibuat, padahal sepersepuluh itu bukan aturan maksimal,
tapi minimal. Orang sulit mempersembahkan kekayaannya karena menganggap
kekayaannya sebagai satu-satunya sumber hidup dan andalan masa depan
hidupnya. Demikianlah juga dikisahkan Matius dalam bacaan Injil, para
rasul malah meminta kepada Yesus untuk menyuruh orang banyak itu pergi
untuk mencari penginapan dan makanan, padahal mereka dalam kondisi tidak
memiliki penginapan dan tidak memiliki makanan. Aneh bukan? Orang yang
sudah tidak punya rumah dan tidak punya makanan malah diminta pergi.
Pendeknya, "Jangan ganggu kami, kami ini repot! Memikirkan kebutuhan
sendiri saja pusing kok memikirkan kebutuhanmu! Ah..EGP (Emangnye Gue
Pikirin)!!”
Apa
reaksi Yesus? Yesus meminta para murid untuk memberi mereka makan!!
"Kamu harus memberi mereka makan!!" Padahal bekal yang ada hanya lima
roti dan dua ikan! "Bagaiamana mungkin!!" pikir para murid-Nya? Di
situlah letak "kekurang percayaan para murid pada Yesus!" Siapakah Yesus
itu? Sudah sekian lama bergaul dan bersama Yesus, mereka toh juga belum
menaruh kepercayaan penuh kepada-Nya. Karena itu dibenak para rasul
yang ada itu "Kemustahilan” untuk memberi 5000 orang dengan 5 roti dan 2
ikan. Dalam keraguan dan kebimbangan karena "jalan buntu", Yesus
mengajak para murid-Nya untuk memohon kepada Allah Bapa, "Ia mengambil
lima roti dan dua ikan itu, lalu menengadah ke langit dan mengucap
berkat, kemudian membagi-bagi roti dan memberikannya kepada para murid
supaya dibagikan kepada orang banyak!"
Dengan
mengajak para murid bersyukur dan mengucapkan berkat, Yesus mau
mengubah gaya berpikir mereka dari kesempitan cinta diri menjadi sikap
murah hati. "Kelaparan" manusia bukanlah sekedar kelaparan makanan dalam
arti soal makan nasi dsb. Lebih dari itu, ada banyak orang yang
"memiliki kekayaan yang berlimpah" tetapi tidak mampu membagikan kepada
orang lain karena dirinya sendiri masih "lapar", yakni lapar
rohani...Dia masih merasa kurang dicintai Allah dan sesamanya. Bagaimana
orang akan yang kering cinta itu bisa berbagi kepada sesama.
Dengan
mengucapkan berkat, para murid dan orang banyak itu diajak Yesus untuk
menyadari diri mereka masing-masing bahwa kita itu diambil dan
diciptakan Allah karena dicintai. Harga diri dan nilai martabat kita
tidak ditentukan oleh "segala milik" kita, melainkan ditentukan oleh
cinta Allah. Orang yang mengalami dirinya sungguh diterima dan
diperhatikan Allah, dia akan mudah untuk tergerak berbagi dengan sesama.
Keyakinan "dicintai Allah” itulah yang senantiasa diperbaharui oleh Roh
Kudus setiap kali kita ikut dalam perayaan Ekaristi.
Demikianlah
juga orang banyak yang diajak Yesus berdoa, akhirnya mereka menyadari
dicintai Allah walau hidup tanpa penginapan. Tetapi orang bepergian,
pastilah dari sekian banyak orang mereka membawa bekal. Namun, siapa
orang yang tidak cemas dan kuatir kalau diminta membagikan kepada sesama
yang lebih kurang padahal bekal mereka sendiri sedikit. Nah doa Yesus
kepada Bapa, meneguhkan iman mereka supaya mereka tidak cemas dan kuatir
akan masa depan mereka melainkan tetap penuh pengharapan berbagi bekal
dengan sesama. Apa yang terjadi kemudian? Ada 12 bakul penuh makanan
tersisa.
Itulah
sebabnya, setiap kali kita merayakan Ekaristi kita diajak untuk hidup
seturut gaya hidup Kristus yang mau berbagi hidup-Nya bagi sesama,
bahkan dengan resiko kematian sekalipun. "Inilah tubuh-Ku, yang
diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" ....
"Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku;
perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan
Aku!" (1 Kor 11:25-26)
Marilah
kita mohon Roh Kudus, agar kita yang "masih lapar" karena belum merasa
dicintai Tuhan dan sesama, kita pun akan mengalami kasih Allah itu,
sehingga akhirnya kita juga mau berbagi hidup dengan sesama.
Gbu all...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar