Jumat, 22 Juli 2011

Melupakan yang di Belakang

Seorang pemain biola desa lolos ke final kompetisi nasional. Di malam final, permainannya mengundang decak kagum hingga semua menduga dialah yang bakal menang. Tiba-tiba, di bagian akhir permainannya, satu senar biolanya putus. Penonton menahan napas. Ada yang spontan berdiri. Bahkan pemimpin orkestra pengiring sempat berhenti. Namun, si pemain biola tetap tenang dan terus bermain, walau suara biolanya tak seindah semula. Ia tahu, tak ada gunanya memikirkan senar yang putus. Itu takkan menyambungnya lagi. Hanya membuang waktu dan energi. Lebih baik ia konsentrasi memainkan senar yang masih bisa dimainkan. Meski kalah lomba, ia menang atas kekhawatiran dan pemborosan energi.

Pemborosan energi terbesar bisa berwujud kekhawatiran dan pikiran negatif yang dihabiskan untuk memikirkan hal yang tak dapat diubah. Paulus sadar hal ini. Jika ia menghabiskan energi untuk memikirkan kesalahannya pada masa lalu, ia takkan dapat melayani dengan baik. Ia terlibat dalam pembunuhan Stefanus. Ia penganiaya jemaat. Sampai tua ia masih sadar akan dosa-dosanya (1 Timotius 1:16). Namun Paulus tahu, ia tak mungkin mengubah masa lalu. Maka, ia melupakan masa lalu dan mengarahkan diri ke masa depan.

Pernahkah kita menyesalkan kesalahan pada masa lalu, menghabiskan energi dengan pemikiran “sekitainya ini” atau “itu”? kita tak perlu terus memikirkan “senar putus”. Seribu “sekitainya” bisa dibuat dalam situasi-situasi demikian. Namun, pemborosan energi ini tak akan mengubah apa pun. Masa lalu tidak mungkin diubah. Jadi, jangan boroskan energi, lebih baik kita pakai kekuatan dan waktu yang masih ada untuk memainkan senar yang masih utuh.

JANGAN HIDUP PADA MASA LALU
ARAHKAN HIDUP DAN WAKTU PADA APA YANG MASIH BISA DIUBAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar