Memperoleh
hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian
jauh lebih berharga daripada mendapat perak. Amsal 16:16
Suatu
hari, dahulu kala, sebuah gereja yang mengagumkan berdiri di sebuah
bukit yang tinggi di sebuah kota yang besar. Jika dihiasi lampu-lampu
untuk sebuah perayaan istimewa, gereja itu dapat dilihat hingga jauh di
sekitarnya. Namun demikian ada sesuatu yang jauh lebih menakjubkan dari
gereja ini ketimbang keindahannya: legenda yang aneh dan indah tentang
loncengnya.
Di
sudut gereja itu ada sebuah menara berwarna abu-abu yang tinggi, dan di
puncak menara itu, demikian menurut kata orang, ada sebuah rangkaian
lonceng yang paling indah di dunia. Tetapi kenyataannya tak ada yang
pernah mendengar lonceng-lonceng ini selama bertahun-tahun. Bahkan tidak
juga pada hari Natal. Karena merupakan suatu adat pada Malam Natal bagi
semua orang untuk datang ke gereja membawa persembahan mereka bagi bayi
Kristus. Dan ada masanya di mana sebuah persembahan yang sangat tidak
biasa yang diletakkan di altar akan menimbulkan alunan musik yang indah
dari lonceng-lonceng yang ada jauh di puncak menara. Ada yang mengatakan
bahwa malaikatlah yang membuatnya berayun. Tetapi akhir-akhir ini tak
ada persembahan yang cukup luar biasa yang layak memperoleh dentangan
lonceng-lonceng itu.
Sekarang
beberapa kilometer dari kota, di sebuah desa kecil, tinggal seorang
anak laki-laki bernama Pedro dengan adik laki-lakinya. Mereka hanya tahu
sangat sedikit tentang lonceng-lonceng Natal itu, tetapi mereka pernah
mendengar mengenai kebaktian di gereja itu pada Malam Natal dan mereka
memutuskan untuk pergi melihat perayaan yang indah itu.
Sehari
sebelum Natal sungguh menggigit dinginnya, dengan salju putih yang
telah mengeras di tanah. Pedro dan adiknya berangkat awal di siang
harinya, dan meskipun cuaca dingin mereka mencapai pinggiran kota saat
senja. Mereka baru saja akan memasuki salah satu pintu gerbang yang
besar ketika Pedro melihat sesuatu berwarna gelap di salju di dekat
jalan mereka.
Itu
adalah seorang wanita yang malang, yang terjatuh tepat di luar pintu
kota, terlalu sakit dan lelah untuk masuk ke kota di mana ia dapat
memperoleh tempat berteduh. Pedro berusaha membangunkannya, tetapi ia
hampir tak sadarkan diri. "Tak ada gunanya, Dik. Kau harus meneruskan
seorang diri."
"Tanpamu?"
teriak adiknya. Pedro mengangguk perlahan. "Wanita ini akan mati
kedinginan jika tak ada yang merawatnya. Semua orang mungkin sudah pergi
ke gereja saat ini, tetapi kalau kamu pulang pastikan bahwa kau membawa
seseorang untuk membantunya. Saya akan tinggal di sini dan berusaha
menjaganya agar tidak membeku, dan mungkin menyuruhnya memakan roti yang
ada di saku saya."
"Tapi
saya tak dapat meninggalkanmu!" adiknya memekik. "Cukup salah satu dari
kita yang tidak menghadiri kebaktian," kata Pedro. "Kamu harus melihat
dan mendengar segala sesuatunya dua kali, sekali untukmu dan sekali
untukku. Saya yakin bayi Kristus tahu betapa saya ingin menyembahNya.
Dan jika kamu memperoleh kesempatan, bawalah potongan perakku ini dan
saat tak seorangpun melihat, taruhlah sebagai persembahanku."
Demikianlah
ia menyuruh adiknya cepat-cepat pergi ke kota, dan mengejapkan mata
dengan susah payah untuk menahan air mata kekecewaannya.
Gereja
yang besar tersebut sungguh indah malam itu; sebelumnya belum pernah
terlihat seindah itu. Ketika organ mulai dimainkan dan ribuan orang
bernyanyi, dinding-dinding gereja bergetar oleh suaranya.
Pada
akhir kebaktian tibalah saatnya untuk berbaris guna meletakkan
persembahan di altar. Ada yang membawa permata, ada yang membawa
keranjang yang berat berisi emas. Seorang penulis terkenal meletakkan
sebuah buku yang telah ditulisnya selama bertahun-tahun. Dan yang
terakhir, berjalanlah sang Raja negeri itu, sama seperti yang lain
berharap ia layak untuk memperoleh dentangan lonceng Natal.
Gumaman
yang keras terdengar di seluruh ruang gereja ketika sang Raja
melepaskan dari kepalanya mahkota kerajaannya, yang dipenuhi batu-batu
berharga, dan meletakkannya di altar. "Tentunya," semua berkata, "kita
akan mendengar lonceng-lonceng itu sekarang!" Tetapi hanya hembusan
angin dingin yang terdengar di menara.
Barisan
orang sudah habis, dan paduan suara memulai lagu penutup. Tiba-tiba
saja, pemain organ berhenti bermain. Nyanyian berhenti. Tak terdengar
suara sedikitpun dari siapa saja di dalam gereja. Sementara semua orang
memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan, terdengarlah dengan
perlahan-tetapi amat jelas-suara lonceng-lonceng di menara itu.
Kedengaran sangat jauh tetapi sangat jelas, alunan musik itu terdengar
jauh lebih manis daripada suara apapun yang pernah mereka dengar.
Maka
mereka semuapun berdiri bersama dan melihat ke altar untuk menyaksikan
persembahan besar apakah yang membangunkan lonceng yang telah berdiam
sekian lama. Tetapi yang mereka lihat hanyalah sosok kekanak-kanakan
adik laki-laki Pedro, yang telah perlahan-lahan merangkak di sepanjang
lorong kursi ketika tak seorangpun memperhatikan, dan meletakkan
potongan kecil perak milik Pedro di altar.
Chicken Soup for the Christian Soul
GBU ALL...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar